DPR Kritisi Penghapusan PPn Jasa Kesenian dan Hiburan
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR, Marwan Cik Asan mengkritisi keputusan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menghapuskan/membebaskan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk delapan jenis jasa kesenian dan hiburan.
Karenanya, Marwan meminta ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai PPN, dievaluasi ulang.
“Apakah keputusan ini tidak kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk menaikkan pendapatan dari sektor pajak?” kata Marwan Cik Asan, melalui siaran persnya, Senin (24/8).
Ia menegaskan, Menteri Keuangan juga perlu mengevaluasi kebijakannya terkait dampak dari penghapusan pajak diskotik, karaoke dan klub malam.
“Hal lainnya, apakah tepat memasukkan pacuan kuda dalam kriteria ini? Bukankah pacuan kuda adalah olahraga yang dipertandingkan di level nasional hingga olympiade? Mengapa disetarakan dengan permainan ketangkasan dan lainnya?” ujar Marwan yang juga Ketua Departemen Keuangan DPP Partai Demokrat.
Menurut Marwan Cik Asan, sesungguhnya masih banyak stimulus lain yang bisa dibuat oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Tapi stimulus tersebut jangan sampai menimbulkan efek kontraproduktif bagi masyarakat.
Diketahui, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro membebaskan pengenaan PPN sebesar 10 persen untuk delapan jenis jasa kesenian dan hiburan. Dalam aturan yang diteken Bambang pada 12 Agustus 2015 tersebut dinyatakan, delapan jenis jasa kesenian dan hiburan yang tidak kena PPn.
Jenis-jenisnya adalah tontonan film, pagelaran kesenian musik, tari, dan atau pagelaran busana, kontes kecantikan, binaraga, serta kontes sejenis. Selain itu, pameran, diskotik, karaoke, kelab malam, dan sejenisnya.