DPR Minta Kaji Ulang Kebijakan e-Money
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo mengatakan, langkah pemerintah melakukan otomatisasi dalam bertransaksi atau e-money harus dievaluasi dan dikaji ulang.
Sebab, kata Edhy, kebijakan yang memindahkan pekerjaan yang biasa dilakukan manusia menjadi dikerjakan mesin ini akan berdampak ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang cukup besar.
Edhy menyatakan, dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Artinya, seluruh kebijakan negara tidak boleh berdampak kepada hilangnya hak warga negara atas pekerjaan dan ancaman kelangsungan hajat hidup yang layak,” kata Edhy.
Dia mengatakan, pemerintah yang menggemborkan gerakan uang e-money harus berpegang teguh kepada mandat dan amanat konstitusi. Imbauan e-money juga tidak boleh berorientasi kepada keuntungan pihak penyelenggara dalam hal ini perbankan dan penyedia jasa layanan non-tunai lainnya.
Mencermati kebijakan gerakan non tunai yang didorong pemerintah saat ini, Edhy mencium adanya indikasi yang bertentangan dengan amanat konstitusi. “Patut diduga menjadi kebijakan yang cenderung hanya menguntungkan pihak penyelenggara e-money,” paparnya.
Dia mengatakan, peraturan yang mewajibkan e-toll card bagi pengguna jalan tol menjadi salah satu contoh yang nyata bahwa ancaman PHK tengah menghantui sekitar 20.000 pegawai. “Baik dari Jasa Marga atau pihak swasta yang selama ini bertugas menjaga gardu tol di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah tidak boleh mewajibkan e-toll card, tetapi dapat memberi kebebasan kepada pengguna jalan tol untuk membayar secara elektronik ataupun manual.