DPR: Uni Eropa Jangan Asal Tuduh
"Tapi kalau (perspektif) ke luar tentunya kita harus melawan ini," tegasnya.
Dia yakin, Indonesia punya dasar kuat untuk berargumentasi. Misalnya, kata dia, Indonesia sudah menggagas kebuntuan konsep penanggulangan perubahan iklim. Sejak zaman
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia sudah mendeklarasikan dan berkomitmen untuk menurunkan gas emisi karbon 26 persen.
"Kami juga apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang menaikkan sampai 29 persen tanpa bantuan internasional menuju tahun 2030," katanya. Kalau memerlukan bantuan internasional, kata dia, bisa sampai 40 persen emisi karbonnya. "Ini standing point yang kuat bagi Indonesia," jelas Herman.
Selain itu, Herman menegaskan, sejak zaman SBY sudah melakukan moratorium lahan gambut dan hutan primer. Hal itu merupakan jawaban atas masalah deforestasi dan efek rumah kaca. "Kalau dibenturkan resolusi Parlemen Uni Eropa, saya mengambil kesimpulan ini mengada-ada," katanya.
Dia mengatakan, persoalan sawit di pasar internasional bukan baru kali ini saja terjadi. Namun, sudah berlangsung lama, bahkan sejak sawit dipandang sebagai bagian konsumsi. Isu dan tekanan bahwa sawit mengganggu kesehatan itu kuat sekali.
"Ketika bergeser sawit menjadi biodiesel, maka bergeser pula isu yang mereka lakukan terhadap linkungan," katanya.
Nah, kata Herman, tinggal sekarang menguatkan diplomasi internasional. Indonesia harus bisa meyakinkan dunia internasional.