Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Drh Slamet: yang Satu Sangat Kaya, yang Lain Menderita

Senin, 29 November 2021 – 03:20 WIB
Drh Slamet: yang Satu Sangat Kaya, yang Lain Menderita - JPNN.COM
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet. Foto: FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI asal Fraksi PKS drh. Slamet tak henti-hentinya mendapatkan keluhan masyarakat terkait tingginya harga minyak goreng curah maupun kemasan di pasaran.

Kondisi ini ditambah lagi dengan keadaan ekonomi masyarakat yang belum pulih akibat hantaman badai pandemi Covid-19 yang belum reda.

“Tidak hanya persoalan meroketnya harga minyak goreng di tanah air, sebelumnya juga marak pemberitaan soal pelanggaran HAM dan UU ketenagakerjaan atas pekerja perkebunan kelapa sawit terkait masalah upah yang rendah, jam kerja yang tinggi, hak-hak pekerja wanita, bahkan mempekerjakan anak dibawah umur. Semuanya dipastikan demi mengejar ongkos produksi yang murah," ujar drh Slamet yang juga sebagai Ketua Umum PPNSI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2021).

Di sisi lain, kita mendengar pula hal bermunculannya orang-orang kaya dari bisnis kelapa sawit ini.

“Kenapa bisa terjadi kesenjangan yang sangat jauh? Yang satu menjadi sangat kaya, yang lain menderita, bahkan seluruh rakyat menderita karena harga minyak goreng yang melejit tinggi. Negeri kita berlimpah kelapa sawit tapi kenapa rakyat tidak bisa menikmati dengan harga rendah?," ujar Slamet.

Dia menanyaka posisi negara dan mengapa tidak mengetahui keadaan ini serta mengapa membiarkan keadaan ini tanpa melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga negara? Bukankah negara ini ada karena adanya warga? Bahkan pelanggaran HAM dan UU ketenagakerjaan di perkebunan kelapa sawit pun dibiarkan begitu saja.

Sebagaimana kita ketahui perkebunan kelapa sawit marak hadir pasca kebakaran hutan besar-besaran. Hutan eks kebakaran hutan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun, lucunya pemerintah mencari kambing hitam oknum pembakar hutan.

“Jika merasa tidak terlibat semestinya pemerintah melakukan penghutanan kembali untuk mengembalikan habitat aslinya bukan merubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit," tegas Slamet.

Mengapa bisa terjadi kesenjangan yang sangat jauh? Yang satu menjadi sangat kaya, yang lain menderita.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News