Dua Film Indonesia Tembus Festival Film Toronto
jpnn.com - Dua film Indonesia memeriahkan Toronto International Film Festival (TIFF) 2018. A Mother’s Love dan Ballad of Blood and Two White Buckets terpilih untuk diputar di event yang berlangsung pada 6–16 September itu.
A Mother’s Love merupakan salah satu episode di serial HBO Asia, Folklore. Film tentang wewe gombel itu karya sutradara Joko Anwar. Di TIFF 2018, A Mother’s Love akan diputar di sesi prime time. Inilah sebuah sesi yang memutar sebuah episode film dari serial televisi untuk kali pertama.
Pada 2015, film Joko yang berjudul A Copy of My Mind terpilih untuk diputar di TIFF 2015. Film tersebut mendapat sambutan positif dari penyelenggara. Hingga akhirnya, penyelenggara TIFF kembali menghubungi Joko tahun ini. Mereka ingin melihat karya lain Joko.
Kebetulan, Joko baru saja merampungkan syuting A Mother’s Love. Dia menawarkan episode Folklore itu ke pihak penyelenggara TIFF. ’’Ternyata mereka suka dan langsung dipilih,’’ ujar Joko saat dihubungi Jawa Pos kemarin (18/8).
Selain A Mother’s Love, penyelenggara TIFF 2018 memilih satu episode lain dari Folklore. Mereka memilih Pob karya sutradara Thailand Pen-Ek Ratanaruang. Folklore berupa serial berjumlah enam episode. Di dalamnya, ada enam sutradara Asia yang masing-masing membuat film horor. Cerita seram itu diangkat dari legenda atau mitos di negara masing-masing.
Rencananya, Folklore dirilis pada Oktober di kanal HBO Asia. Joko mengungkapkan bahwa pemutaran di TIFF 2018 bisa menjadi batu loncatan untuk A Mother’s Love. ’’TIFF kan salah satu acara besar. Biasanya di sana juga ada programmer dari festival-festival lain,’’ sebutnya. Terbukalah peluang A Mother’s Love untuk diputar di festival film internasional lain.
Sementara itu, Ballad of Blood and Two White Buckets terpilih mewakili film pendek. Karya sutradara Yosep Anggi Noen itu diputar pada sesi short cuts. Film tersebut menjadi satu-satunya film pendek dari Indonesia.
Ballad of Blood and Two White Buckets mengisahkan tentang pasangan Ning (Ruth Marini) dan Mur (Muhammad Abe). Mereka berjualan saren (darah hewan beku) sebagai mata pencaharian. Upaya mereka terhalang kepercayaan setempat bahwa darah hukumnya haram dimakan.