Dua Tahun Jokowi-Ma'ruf: Masih Banyak yang Perlu Diperbaiki
"Profesor dari National University of Singapore, Kishore Mahbubani, misalnya, melalui sebuah artikel menyatakan Presiden Jokowi sebagai pemimpin jenius. Dia mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi cukup berhasil menurunkan ketimpangan sosial melalui berbagai program pro rakyat,"
Mahbubani, sambung Saidiman, juga mengatakan bahwa reformasi ekonomi Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi cukup berhasil.
"Indikator-indikator keberhasilan itu antara lain terbitnya Undang-undang Cipta Lapangan Kerja serta pembangunan infrastruktur yang dahsyat di berbagai daerah," ungkap Saidiman.
Namun, lanjut Saidiman, ada juga suara-suara yang pesimis pada Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Umumnya, pesimisme ini dilandasi penilaian bahwa sedang terjadi degradasi demokrasi di era Presiden Jokowi.
"Dosen University of Sydney, Thomas Power misalnya, menyebut 'Jokowi Authoritarian'. Dia melihat Pemerintahan Presiden Jokowi ini ada kecenderungan menuju otoritarianisme. Kemudian ada juga peneliti politik Edward Aspinall dan Marcus Mietzner dari Australian National University di Canberra, yang melihat rezim cenderung menggunakan 'jargon' menjaga pluralisme dengan cara-cara 'iliberal'," ujar Saidiman.
Sementara itu, Direktur Pasca Sarjana Universitas Sahid, Marlinda Irwanti menyoroti pencapaian target Pemerintah Presiden Jokowi terkait tujuan kelima Suistanable Development Goals, yakni kesetaraan gender.
Menurut Marlinda, di periode kedua ini telah muncul beberapa kebijakan positif baik langsung maupun tak langsung, pada penanganan atau pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Contoh kebijakan itu, ujar Marlinda, adalah Perpres Nomor 65 tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).