Duh, Korban Gempa di Pidie Jaya Masih Dipungli, Tega Amat!
Rusli juga mengaku, Pokmas yang mengelola bantuan melakukan pengelambungan harga barang dan jumlah barang yang dipasok untuk rumahnya.
Menurutnya, jumlah barang yang diterimanya dangan catatan barang yang diberikan pengurus Pokmas padanya sangat jauh berbeda. Dan setiap kali Rusli meminta faktur pembelian, pengurus Pokmas tidak pernah memberikannya, dengan alasan penerima manfaat tidak berhak mengetahui dan memegang faktur.
"Harga barang dinaikan dari harga pasaran. Begitu juga dengan jumlahnya tidak sesuai dengan yang dicatat oleh pemilik rumah dengan pengurus Pokmas," jelas Rusli.
Tak berakhir hingga di situ, ia juga mengaku mendapat ancaman jika membocorkan ini ke publik.
Keluhan lainnya datang dari M. Harun, korban gempa asal Gampong Deah Teumanah, Kecamatan Trienggadeng. Ia mengaku dipersulit saat proses pencairan tahap ketiga.
Sebab menurutnya, sebagai penerima manfaat yang masuk katagori rusak berat, ia harus membuat gambar sendiri. Namun, gambar rumah yang harus dibuat di tengah jalan tersebut, diharuskan dibuat oleh konsultan pendamping.
"Konsulatan Pendamping minta Rp2,5 juta untuk pembuatan gambar. Sebab jika dibuat sendiri, takut tidak diterima dan persulit mereka. Saya tidak tawar dengan harga Rp1,7 juta supaya tidak tidak dipersulit pencairan dana tahap ke tiga," kata Harun.
Anehnya, saat proses pencairan tahap ketiga, ia dipaksa harus menambah Rp500 ribu lagi untuk pembuatan gambar tersebut. Setelah disangupi permintaan tambahan dana, dirinya harus membuat gambar lain. Pasalnya rumah yang dibangun tidak sesuai dengan gambar yang dibuat konsultan.