Durian Baret
Oleh: Dahlan IskanYang saya latih: dua pelatih senam Pontianak. Tentu mereka mampu senam lebih hebat dari saya. Tetapi ini senam dansa. Senam Disway. Beda. Mereka belum kenal gerakan senam Disway.
Latihan itu diperlukan karena Selasa pagi saya diminta senam bersama masyarakat Tionghoa di mal seberang Golden Tulip. Sekaligus menandai berdirinya Disway Kalbar, yang dipimpin anak umur 25 tahun: Adhitya. Ia alumnus Universitas Profesor Surya.
Yang bikin saya grogi: seorang Kakanwil di Kalbar mau gabung di senam itu. Wanita. Cantik. Lima i. Modis: Andi Tenri Abeng. Apalagi si cantik akan mengerahkan pegawai BPN Kalbar untuk ikut sehat.
Maka saya telepon Nicky dan Pipit –sahabat Perusuh Disway. Harus ke Pontianak. Ikut jadi pelatih. Cari pesawat apa saja. Lewat mana saja. Yang penting dalam 8 jam harus tiba di Pontianak.
Semua pesawat penuh. Yang lewat Jakarta penuh. Yang lewat Yogyakarta penuh. Yang lewat Solo penuh. Berarti saya sendiri yang akan jadi pelatih senam itu.
Maka saya cari pelatih senam lokal yang bisa dijadikan korban. Ketemu. Dua wanita muda. Cantik semua. Mereka siap jadi korban. Mereka hanya minta dilatih dulu. Selama 1 jam.
Enggak masalah. Mereka cerdas-cerdas. Langsung bisa.
Seorang pelatih senam memang bisa langsung menirukan gerakan baru seperti apa pun. Pun dengan hanya melirik gerak kaki saya sesapuan. Mereka langsung tahu akan ke mana gerak berikutnya. Apalagi dirangsang dengan irama lagu yang ngebit: Xiao Ping Guo, Nehi Nehi, Mati Lampu, Kereta Malam, Twist Again, dan lain-lain.