EE. Mangindaan: Setelah Pancasila Tersandar di Lorong Sunyi
Pendapat pertama, dengan adanya kelima sila di Pembukaan UUD itu sudah cukup, tak perlu lagi ada kata Pancasila.
Untuk itu harus melihat Pembukaan UUD itu tak mungkin bisa diubah. Tapi, ada juga usulan agar Pancasila dicantumkan di salah satu pasal dalam UUD NRI tahun 1945.
MPR sebagai “Rumah Kebangsaan” yang menampung aspirasi masyarakat, Mangindaan berharap, diskusi terbatas ini bisa menjawab tujuh hal penting, yaitu: Pertama, apakah diperlukan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, serta sumber hukum nasional secara eksplisit ditegaskan ke dalam UUD NRI Tahun 1945, berikut sila-sila Pancasila secara tabulasi?
Kedua, apakah Pancasila perlu ditetapkan sebagai norma hukum dan norma etika yang mewajibkan para penyelenggara negara untuk menjunjung nilai Pancasila sebagai pedoman kebijakan dan tindakan?.
Ketiga, apakah perlu Pancasila dijadikan dasar dan haluan dalam menyusun kebijakan dalam bidang ekonomi, politik, dan pembangunan sumber daya manusia?
Keempat, apakah perlu Pancasila dijadikan suatu kajian ilmu tersendiri di dalam sistem pendidikan Indonesia? Kelima, kebijakan konkret seperti apa yang dilakukan agar Pancasila mempunyai konsistensi dengan konstitusi dan perundangan, koherensi antarsila, dan korespondensi dengan realitas social?.
Keenam, langkah strategis seperti apa yang dilakukan agar Pancasila melayani kepentingan horizontal (seluruh lapisan masyarakat)? Dan, ketujuh, apakah perlu Pancasila dapat dijadikan sebagai pedoman kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Sementara Rektor Unsrat, Prof. Dr. Ir, Ellen Joan Kamaat dalam sambutannya menyatakan, sebetulnya tidak pernah meragukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa dan negara dalam UUD NRI Tahun 1945.