Egy Maulana Ternyata dari Keluarga Sederhana di Medan
Beruntung karirnya di sepakbola masih hidup. Sebagai striker, Syariffuddin dianggap punya skill mumpuni. Dia pun ikut dengan ajakan temannya, ikut ke Jambi tahun 1995 ke klub Batanghari dan memperkuat klub Jambi lainnya pada masa itu, Sarolangun.
Selepas itu, Syariffuddin kembali ke PS Tirtanadi lalu dia resmi mundur sebagai pemain sejak tahun 2003. “Saat itu saya sudah mulai melatih di kampung di Asam Kumbang ini, beli bola sendiri dan melatih,” jelasnya.
Syariffuddin menguak bahwa sejak kecil memang menggiring kedua putranya, tidak hanya Egy namun juga putra sulungnya, Yusrizal Muzakki untuk menyukai sepakbola dan sering membawa putra-putranya melihat si kulit bundar di berbagai latihan dan turnamen.
Termasuk mendidik anak-anaknya di Lapangan Asam Kumbang.
Tahun 2005, menjadi awal kisah Egy bermula. “Saya bawa Egy ke PS Tasbih melihat dulu, tujuannya saya agar dia seperti abangnya. Bakatnya luar biasa, sudah terlihat dari saat di Asam Kumbang,” ungkapnya.
Putranya yang lahir 7 Juli 2000 itu kata Syariffuddin bahkan harus mengorbankan sekolahnya. Egy yang sejak SD di sekitar Asam Kumbang dikenal sebagai pintar yang masuk ranking tiga sejatinya gampang masuk SMP negeri.
Namun, Syariffuddin menjelaskan Egy akhirnya masuk ke sekolah tak favorit di SMP Pemraujan, Sunggal, Deliserdang.
“Pertimbangan saya, kalau dimasukkan ke sekolah negeri akan sulit untuk ikut turnamen. Saat itu terserah ada yang bilang orang tua bodoh. Banyak yang bilang, kok di sekolahkan di sekolah itu,” ungkapnya.