Ekonom Indef Mewanti-wanti Stabilisasi Kurs Rupiah, Ada Apa?
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memberikan saran terkait stabilisasi nilai tukar atau kurs rupiah.
Abdul memandang bahwa intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah harus diimbangi dengan kondisi politik yang stabil di dalam negeri.
"Kita memahami bahwa BI itu tidak punya cadangan yang besar untuk intervensi, sehingga yang perlu diperhatikan tentu kita harus melihat bagaimana nanti intervensi BI yang dilakukan itu harus diikuti dengan gejolak politik yang baik di dalam negeri," kata Abdul di Jakarta, Selasa.
Abdul pun mewanti-wanti, jangan sampai tren pelemahan nilai tukar rupiah saat ini diperparah dengan gejolak politik yang merugikan sehingga dapat menyebabkan rupiah berpotensi merosot ke level yang lebih rendah.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap USD pada Selasa pagi turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp 16.088 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp 15.848 per USD.
Kemudian pada Selasa sore, kurs rupiah ditutup merosot 328 poin atau 2,07 persen menjadi Rp 16.176 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp 15.848 per USD.
Pelemahan nilai tukar rupiah di hari kerja pertama pasca-liburan Lebaran ini terjadi seiring dengan konflik Iran dan Israel serta sentimen penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Melihat kondisi tersebut, Abdul juga mengingatkan bahwa rupiah pada saat ini semakin menjauhi asumsi APBN. Dalam asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024, pemerintah mematok nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000 per USD. Kondisi tersebut akan merugikan bisnis mengingat para pelaku ekonomi menjadikan asumsi APBN sebagai rujukan untuk merencanakan bisnisnya.