Ekonomi Digital Diprediksi Jadi Solusi untuk Risiko Lonjakan Inflasi
jpnn.com, JAKARTA - Inflasi menghantui perekonomian global, bahkan di beberapa negara, seperti Turki, Sri Lanka, Argentina, dan Iran naik di atas 50 persen.
Kondisi inflasi dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina. Sebab, kedua negara tersebut memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulan September 2022 melonjak 1,17 persen secara bulanan. Inflasi September ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani yakin ekonomi digital dapat membantu perkembangan ekonomi dengan lebih cepat.
"Contoh paling nyata misalnya kita mampu memangkas rantai pasok produk pangan ke konsumen. Melalui aplikasi, para petani bisa menjajakan produk sayur mayur, buah, hingga hasil ternak langsung ke konsumen akhir," ungkap Johanna, di Jakarta, Senin (17/10).
Johanna mengatakan tidak hanya itu, masyarakat makin dipermudah dengan luasnya perdagangan berbasis digital (e-commerce) dan didukung pula dengan berkembangnya keuangan berbasis digital (Fintech).
"Pertumbuhan transaksi juga makin cepat dengan penggunaan uang elektronik (e-money) dan transaksi non-tunai lebih efektif dan efisien," katanya.
Hasil riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, Gross Market Value (GMV) menyebut ekonomi digital Indonesia mencapai USD 70 miliar pada 2021, menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.