Ekonomi Indonesia Diyakini Bisa Bertahan di Tengah Perlambatan Global
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah optimistis ekonomi Indonesia masih bergerak positif, meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
"Jadi walaupun ada revisi pertumbuhan dari IMF, kita steady state-nya lebih kuat dari negara lain," kata Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir, usai membuka sosialisasi pedoman pelaksanaan KUR di Jakarta, Selasa.
Menurut Iskandar, keyakinan itu berasal dari sejumlah indikator, di antaranya mulai masuknya investasi ke Indonesia senilai Rp 800 triliun, setelah disetujuinya fasilitas pajak, tax holiday.
Selain itu, kontribusi daya beli melalui sektor konsumsi domestik mencapai 56-57 persen terhadap pertumbuhan ekonomi RI, juga menjadi indikator.
Sektor konsumsi, kata dia, menjadi andalan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mampu bertahan di kisaran lima persen. Sedangkan, revisi pertumbuhan ekonomi global dipengaruhi oleh melambatnya ekspor dunia.
"Dari penelitian kami terhadap 120 negara, 76 persen ekspornya negatif. Jadi negara mana yang bisa bertahan? Negara yang punya permintaan domestik yang besar," kata Iskandar Simorangkir.
Ia memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI tahun 2019 mencapai kisaran 5,04-5,08 persen. Pertumbuhan ekonomi RI, lanjut dia, berada di bawah Tiongkok di jajaran 20 ekonomi dunia atau G20.
Meski Tiongkok dilanda perang dagang dengan Amerika Serikat, namun ekonomi "Negara Panda" itu tumbuh pada kisaran 6 persen karena mampu mempertahankan sektor konsumsi domestik.