Eks KKO: Ada Sayatan Melingkar di Leher Jenderal Ahmad Yani
Bahkan, saking banyaknya anggota sayap kiri yang berlatih di sana, ketika ditanya warga tersebut mengatakan jumlahnya sampai jutaan.
”Mungkin kalau kita tidak bertemu dengan dua anggota PAU itu, kita tidak akan sampai di Lubang Buaya, karena semuanya tutup mulut. Lokasinya memang tersembunyi dikelilingi perkebunan karet. Tapi, dari jarak 100 meter saja kita sudah bisa mencium bau anyir dan tajam,” tegas Vence.
Begitu tiba di dekat area Lubang Buaya, Vence tak lantas bisa masuk ke dalam lokasi. Karena rupanya sudah ada puluhan baret merah (RPKAD/Kopassus) yang berjaga-jaga di sana.
”Saya maklum, karena mungkin mereka juga menerka-nerka, mana teman dan mana lawan. Saya sempat marah saat itu karena sudah lelah dari pagi menunggu, mau menolong kok dipersulit. Baru sekitar pukul 10.00, Pak Soeharto datang. Lalu Kapten Suhendar melapor dan kita baru bisa masuk ke dalam,” jelas pria berdarah Manado itu.
Setelah berada di dekat Lubang Buaya, 12 pasukan itu pun langsung menyiapkan diri untuk menyelam. Namun, setelah melihat lokasi penyelaman, mereka mulai saling pandang.
Bahkan saat itu salah satu anggota KKO yaitu Serma Saparimin yang pernah sekolah menyelam di Rusia tidak berani masuk ke dalam Lubang Buaya.
”Kata Serma Saparimin berisiko. Takut ada granat atau ranjau. Karena di kalangan militer memang ada jebakan seperti itu. Tapi saya bujuk dia supaya mau, saya bilang sudah serahkan saja sama Yang di Atas, dan akhirnya dia mau,” ujar Vence sambil tersenyum.
Tak lama setelah menyelam, satu per satu jenazah mulai bisa diangkat. Vence menceritakan, kondisi di dalam lubang sangat gelap. Padahal saat itu kondisi siang hari.