Elit Parpol dan Caleg Dinilai Bodoh
jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan sistem pemilihan umum (Pemilu) yang saat ini dibangun telah memungkinkan terbentuknya komunalitas pemilih yang cerdas. Tapi menurut Ray, proses itu mengalami gangguan yang cukup serius karena para elit partai politik masih menggunakan uang sebagai satu-satunya cara untuk memenangkan sebuah Pemilu atau Pemilukada.
"Jadi, kecendrungan terbentuknya pemilih cerdas itu sesungguh sudah mulai terbentuk setelah Pemilu 2004. Masalahnya proses pembentukkannya sangat lambat karena elit politik dan mayoritas calon anggota legislatif (Caleg) masih mengedepan uang dalam memengaruhi pemilih," kata Ray Rangkuti, dalam Dialog Kenegaraan, di lobi gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (20/11).
Untuk mempercepat proses terbentuknya pemilih cerdas yang merata lanjutnya, mestinya elit partai politik dan para Caleg yang harus kita paksa untuk merubah mindset-nya dalam berpolitik.
"Fakta bahwa elit politik dan para Caleg bodoh antara lain selalu menyuguhkan uang untuk pemilih. Bukti bahwa pemilih pintar, semua duit elit partai politik dan Caleg mereka terima. Tapi soal siapa yang akan dipilih, itu nantinya ditetukan dibilik suara," ungkapnya.
Karena itu menurut Ray, yang perlu kita dorong agar elit partai politik mengajukan Caleg yang cerdas. "Kreterianya, bisa saja lolos dalam uji Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara sebagai implementasi dari sosialisasi Empat Pilar, lolos DPT, baru kita pilih," saran Ray Rangkuti.
Terakhir dikatakannya, cukup Pemilu 2004 saja sebagai ajang politik uang. Pemilu 2014 harus kita jadikan sebagai Pemilu cerdas dan bermoral sebagaimana yang terjadi dalam Pemilukada Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
"Pasangan Nurdin Abdullah-Muhammad Yasin (NurYasin) menang telak dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bantaeng, pada Rabu, 17 April 2013, sebesar 82,71 persen. NurYasin menang tanpa spanduik dan baliho," ungkapnya. (fas/jpnn)