Etika Harus Diutamakan Dalam Prosesi Politik Pilpres 2019
jpnn.com, JAKARTA - Perjalanan politik Indonesia terutama pasca-reformasi bergulir hingga saat ini memang sangat luar biasa. Kehebohan para peserta kontestasi dan para pendukungnya dalam berbagai level bahkan terlihat sangat reaktif dan agak mengkhawatirkan apalagi ketika menyentuh isu SARA.
Dari berbagai diskursus politik jelang 2019, etika semestinya memegang peranan penyeimbang di tengah-tengah prosesi dinamika politik menuju Pilpres 2019 mendatang.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Agun Gunanjar Sudarsa melihat bahwa geliat politik terutama mendekati 2019, banyak sekali diskursus-diskursus seputar pileg dan terutama pilpres yang terjebak dalam dan semakin lama makin membuat rakyat tidak bertambah cerdas untuk menentukan pilihan-pilihan.
Selain diskursus-diskursus tersebut, menjelang tahun politik 2019 semakin panas dengan berbagai kegaduhan antara lain yang sempat viral saat ini adalah fenomena saling sindir sehinga keluar kata-kata seperti ‘sontoloyo’, ‘genderuwo’, tampang boyolali, dan lainnya.
“Dan, situasi tersebut sangat mengkhawatirkan,” kata Agun dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema “Etika Politik Pilpres” yang terselenggara atas kerja sama Humas MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Media Center, Gedung Nusantara III, Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Menurut Agun, sepanjang tahun politik sampai hari ini dan mendekati hari H pilpres 2019, bangsa Indonesia sudah berada dalam banyak sekali diskursus-diskursus yang tidak ada manfaatnya. Semuanya campur aduk sehingga tanpa disadari terjebak dalam diskursus yang tidak mendidik.
“Saya pribadi sangat menghindari diskursus seperti itu,” ujarnya.