Fadli: Maskapai Asing Layani Rute Domestik Tabrak Aturan
"Artikel tadi tak melarang maskapai asing melayani rute internasional, hanya melindungi rute domestik saja, untuk menjaga kedaulatan udara tiap-tiap negara. Jadi, itu latar belakang adanya Article 7," jelasnya lagi.
Menurut dia, hal itu menjadi penyebab tidak ada negara mana pun di dunia yang memperbolehkan maskapai asing melayani rute domestik di negaranya. Rute penerbangan domestik pastilah diproteksi sedemikian rupa, bahkan di negara paling liberal sekalipun.
Selain menabrak konvensi internasional, usulan membuka rute domestik bagi maskapai asing juga bertabrakan dengan dua regulasi Indonesia sendiri. Pertama, usulan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, terutama Pasal 108 yang menyebutkan bahwa badan usaha angkutan udara niaga nasional seluruh atau sebagian besar modalnya haruslah dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.
Kedua, usul presiden tersebut melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 mengenai bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka di bidang penanaman modal.
Sebagai catatan, maskapai asing memang bisa saja beroperasi di Indonesia, namun mereka harus mengubah badan hukumnya jadi berbadan hukum Indonesia, seperti yang dilakukan Air Asia Indonesia.
Hal yang sama juga berlaku di negara lain. Thai Lion, misalnya. Meskipun namanya Lion, tetapi pemegang saham mayoritasnya adalah Thailand, bukan Lion Indonesia. Begitu juga dengan Batik Malaysia, pemilik mayoritasnya adalah Malaysia, bukan Batik Air Indonesia.
"Jadi, saya berharap presiden berhati-hati sebelum melontarkan pernyataan. Jangan sampai kita jadi bahan tertawaan dunia karena asal ngomong tanpa memperhatikan konvensi hukum dengan berbagai konsekuensinya," tegas Fadli. (boy/jpnn)