Fadli Zon: Pencabutan Subsidi Listrik Kontraproduktif Bagi Perekonomian
Bagi kalangan pengusaha, jika daya beli masyarakat melemah, efeknya adalah tak akan ada ekspansi bisnis, yang pada ujungnya membuat perekonomian jadi stagnan.
"Saya mendengar sendiri bahwa sejak beberapa bulan lalu para pengusaha, baik yang bergerak di sektor properti, otomotif, maupun ritel, sudah mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat ini. Kita sama-sama bisa melihat, misalnya, jika biasanya pada bulan Ramadhan—terutama mendekati Lebaran—terjadi lonjakan konsumsi antara 30 hingga 40 persen, hingga minggu ketiga Ramadhan tahun ini saya memegang data jika kenaikan konsumsi hanya mencapai 10 hingga 15 persen saja. Sangat rendah, tak ada peningkatan berarti," tegas politikus Gerindra tersebut.
Dia mengatakan, pencabutan subsidi ini, yang telah membuat tarif listrik pelanggan 900 VA naik hingga 125 persen, dari Rp605/kWh menjadi Rp1.352/kWh.
Selain memberatkan masyarakat juga cukup jelas mengabaikan dampak ikutan tadi, meskipun kenaikannya dilakukan secara bertahap sejak awal Januari lalu.
“Pada situasi seperti sekarang, pemerintah seharusnya tidak hanya memikirkan penyelamatan anggaran negara, tapi terutama memperhatikan penyelamatan ekonomi nasional secara utuh. Apalagi klaim penghematan anggaran dari penarikan subsidi itu hanya Rp25 triliun, sementara efek destruktifnya jauh lebih besar,” lanjutnya.
Lagi pula, kata Fadli, data yang dimiliki Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang menyebutkan bahwa ada 18,7 juta pelanggan listrik 900 VA yang tak layak disubsidi, harus dikritisi lebih jauh.
"Pasti ada masalah dengan data dan kriteria tersebut. Apalagi mereka juga menyebut jika ada sekitar 13 juta pelanggan 450 VA yang termasuk golongan mampu. Ini aneh. Terbukti, seperti diakui oleh Dirut PLN sendiri, ada 43.018 rumah tangga yang telah mengadukan data TNP2K, di mana 19.972 di antaranya sesudah diverifikasi PLN terbukti layak untuk tetap menerima subsidi. Artinya, akurasi data TNP2K memang harus ditinjau kembali," tutur Fadli.
Karena itu, dia melihat kebijakan ini sangat membebani rakyat miskin dan yang rentan miskin.