Fahri Mengkritik Ahok Lagi, Kali Ini soal Semanggi
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali mengkritik kebijakan Basuki T Purnama (Ahok) selaku Gubernur DKI. Sasaran kritik Fahri kali ini adalah pembangunan jalan Simpang Susun Semanggi.
Fahri mengantongi informasi bahwa pembangunan Simpang Susun Semanggi tidak menggunakan APBD DKI. “Katanya itu pungutan dari pelanggaran koefisien luas bangunan,” katanya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/4).
Dia lantas menjelaskan contoh pelanggaran koefisien luas bangunan (KLB). Misalnya pengusaha yang awalnya mengantongi izin untuk mendirikan bangunan 10 lantai, ternyata justru membangun 15 lantai.
Merujuk pada Undang-Undang Jasa Konstruksi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penyalahgunaan izin merupakan delik pelanggaran. Anehnya, kata Fahri, tiba-tiba Pemerintah Provinsi DKI justru menyodorkan denda ke pengusaha.
“Tiba-tiba pemda datang dan mengatakan, ‘saya denda kamu sekian miliar tapi harus kamu pakai bangun simpang susun Semanggi’,” katanya.
Padahal, tegas dia, UU melarang fasilitas publik termasuk Simpang Susun Semanggi dibangun dengan dana swasta. “Karena itu diaudit, makanya harus ada perencanaan,” jelasnya.
Selain itu, Fahri juga mempersoalkan uang yang mengendap di rekening sebelum digunakan untuk membangun Simpang Susun Semanggi. Sebab, uangnya rawan diselewengkan.
“Pembangunan Simpang Susun Semanggi ini kan menggunakan uang swasta. Bagaimana misalnya kalau uang itu disimpan di rekening terlebih dahulu, bunganya ke mana, siapa yang menikmati?” katanya.
Seharusnya, dia menegaskan, dana dari pengusaha tidak bisa langsung digunakan begitu saja. Sebab, dana itu harus masuk melalui mekaniems APBD, baru kemudian dimanfaatkan. “Kalau begini kan bahaya,” tegasnya.
Yang tak kalah aneh, kata Fahri, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyebut pembangunan dengan cara itu merupakan suatu terobosan. Padahal untuk urusan pengadaan alat tulis kantor (ATK) saja pemda menggelar proses lelang.
“Terobosan bagaimana? Orang itu bukan ditender pemda. Kok bisa fasilitas publik ratusan miliar tanpa tender?” kata dia.
Karenanya Fahri melihat rantai kongkalikong yang sudah tercipta di balik itu semua. Dimulai dari adanya pelanggaran KLB, kemudian keputusan pemda tentang jumlah denda yang harus dibayar pengusaha, hingga penggunaan uang denda untuk membangun fasilitas publik.