Fahri: Tidak Fair Membedah BUMN di Depan Umum, Bisa Diintip Pesaing
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gelora Fahri Hamzah menyebut ada ambiguitas dalam perundang-undangan sehingga memungkinkan penjabat di BUMN menjalani rapat kerja di DPR RI.
"Seharusnya diperjelas bahwa pengelolaan BUMN tunduk ke dalam rezim korporasi dan pertanggungjawaban pemegang saham di Kementerian BUMN," kata Fahri melalui Twitter akun @fahrihamzah, Selasa (15/2).
Menurut dia, Direksi BUMN tidak perlu melayani DPR RI dalam rapat kerja ketika ada aturan yang tegas.
Toh, kata Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 itu, BUMN ialah korporasi. Kalau ada rapat kerja, seharusnya kuasa dipegang Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
"Kalau mau manggil korporasi, ya, seharusnya diwakili komisaris dan itu hanya terkait isu negara dengan kuasa pemegang saham. Bukan teknis," beber Fahri.
Dia mengungkapkan bahwa tidak fair membedah BUMN di depan umum oleh politisi, sementara perusahaan pelat merah punya pesaing yang selalu mengintip dapur.
"Sementara itu, tidak jelas juga yang dibahas (di DPR, red). Beda dengan rapat penyelidikan angket misalnya. Itu bebas. Jangankan BUMN, presiden saja bisa dipanggil," tutur pria kelahiran Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Fahri pun menyarankan pemanggilan direksi BUMN bisa dihentikan. Tindakan itu justru memiliki efek buruknya bagi DPR RI dan BUMN.