Fikri dan Ayahnya Berpelukan, Berurai Air Mata
“Pergi pakai motor. Tapi bolak-balik. Waktu tes juga seperti itu. Setiap tes minimal perjalanan 4 jam,” sebutnya.
Seiring dengan itu, dia tak lupa mempersiapkan diri. Latihan fisik dengan maraton di sekitar lingkungannya. Belajar baik akademik maupun psikologi. Dia belajar dari kegagalannya pada tahun 2016 yang gagal saat Pantokhir.
“Tahun 2016, tamat SMA juga tes. Tapi dak lulus. Tahun ini tes lagi, Alhamdulillah lulus,” sebut Alumni SMA Negeri 4 Muarojambi, ini.
Dia berharap kepada warga SAD lainnya mau ikut tes polisi untuk menunjukkan warga SAD bisa bersaing dan maju.
Dia menceritakan, saat kecil sebelum mengenyam pendidikan,dDia mengikuti orangtuanya melangun (berpindah-pidah). Orangtuanya yang sadar akan pentingnya pendidikan menitipkan Fikri kecil ke keluarganya yang sudah hidup menetap.
“Saya sekolah di SD 145 Tebing Tinggi, ikut sama nenek. Kemudian, SMP Negeri 3 Batanghari ikut bibik. Mau masuk SMA baru kumpul lagi dengan orangtua,” beber anak pertama dari dua saudara ini sembari menyebutkan kala itu, orangtuanya sudah menetap di Desa Tanjung Lebar.
Sementara itu, Sukri, orang tua Fikri menyebutkan, dirinya memiliki kekhawatiran saat anak sulungnya itu mengutarakan ingin ikut tes polisi. Pasalnya, dirinya tidak memiliki uang. Hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Sayo dak melarang. Kalau nak ikut tes, tes lah. Cuma iyo, keadaan (ekonomi,red) kito kek ginilah,” sebut pria yang kesehariannya bertani ini.