Filipina Mulai Muak dengan Kebrutalan Duterte
jpnn.com, MANILA - Masyarakat Filipina akhirnya mengatakan "cukup!". Mereka tak tahan lagi melihat kebrutalan perang melawan narkboa yang dilancarkan Presiden Rodrigo Duterte.
Razia besar-besaran yang digelar pekan lalu menjadi pemicu gerakan menolak kebijakan andalah Duterte ini. Bagaimana tidak, hanya dalam tiga hari, Rabu (16/8) hingga Jumat (18/8), sudah 80 orang tewas dalam razia antinarkoba.
Komisi Hak Asasi Manusia atau Commission on Human Rights (CHR) membentuk operasi One Time Big Time untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran yang dilakukan Duterte.
’’CHR melalui kantor-kantor regionalnya telah memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri terkait dugaan kasus-kasus pembunuhan tanpa peradilan (EJK),’’ tegas Kepala Satuan Tugas EJK CHR Komisioner Gwendolyn Pimentel-Gana di hadapan para jurnalis, Minggu (20/8).
Para penyelidik disebar ke Bulacan, Binan, Laguna, dan Manila sejak PNP memulai operasi narkoba besar-besaran Rabu lalu (16/8) yang menewaskan lebih dari 80 orang tersebut.
CHR meyakini, cara yang dilakukan pemerintah saat ini membuat nyawa penduduk Filipina berada dalam bahaya. Apalagi, mereka berkali-kali mengatakan bahwa puluhan orang itu tewas karena melawan sehingga terjadi baku tembak. Namun, tidak sedikit yang mengatakan sebaliknya.
Pemerintah seharusnya memiliki cara lain untuk menyelesaikan masalah narkoba tersebut. Sebab, akar dari masalah itu adalah kemiskinan dan banyaknya penganggur.
Legislator dari Partai Liberal Edcel Lagman juga ikut bersuara. Dia meminta Presiden Filipina Rodrigo Duterte membentuk komisi independen berisi pensiunan hakim MA untuk menyelidiki meningkatnya korban operasi narkoba yang dilakukan PNP.