Film Mata Jiwa Membuat Penonton di Jakarta Terharu
Untuk membahagiakan sang ayah, Jiwa mengaku sudah bisa melihat kejora.
Padahal, dia tak pernah benar-benar bisa melihat bintang itu, kecuali kerlap-kerlip lampu hotel di sebelah rumah bedengnya.
Dari hotel itulah penggusuran justru dimulai. Penggusuran memaksa keluarga Jiwa kembali pulang ke kampung halamannya.
Film ini menggambarkan ketegaran Jiwa dalam menghadapi sulitnya hidup.
Tsaqiva menuturkan, dirinyaa tertarik dengan tema film itu setelah melihat banyak fenomena yang terjadi di Indonesia.
Menurut dia, masih banyak anak yang tidak bisa mewujudkan harapannya karena keterbatasan yang mereka miliki.
“Anak-anak mau bercita-cita jadi fotografer, tapi karena tidak punya kamera dan tidak mau berusaha, luruh harapan itu. Padahal, kalau berusaha, pasti bisa. Teknologi zaman sekarang sudah sangat memadai. Bisa belajar dari internet. Soal kamera, dengan HP pun bisa,” terang remaja kelahiran 11 September 2003 itu .
Ketua Pusat Studi Literatur Universitas Islam Malang Ari Ambarwati mengatakan, Mata Jiwa adalah potret keseharian anak-anak dengan permasalahan yang mereka hadapi.