Firman Subagyo Usulkan Penerbitan Surpres Baru untuk RUU Pertanahan
“Pelibatan semua kementerian terkait suatu keharusan,” katanya.
Sebelumnya lanjut Firman, banyak akademisi yang menyampaikan analisisnya bahwa draf RUU Pertanahan ini justru bertentangan dengan keinginan Jokowi tersebut. Sebab, potensi konflik akan meningkat jika RUU Pertanahan dipaksakan untuk disahkan. “Jika rawan konflik, investor akan bingung dan hengkang,” katanya.
Jangan Paksakan
Dalam kaitan itu, Firman sekali lagi mengingatkan, pembahasan RUU Pertanahan yang belum melibatkan semua kementerian terkait, jangan dipaksakan untuk disahkan. Sebab, implikasinya, bagaimana proses-proses hukum kasus sengketa lahan/tanah yang sedang berjalan, itu harus tetap dilakukan pemegakkan hukum. Jika RUU ini disahkan, bukan tidak mungkin kasus yang berjalan akan menguap.
Firman mencontohkan, sengketa lahan yang tak jauh dari Jakarta misalnya menyangkut pembangunan kawasan terpadu Meikarta dan sejumlah sengketa lahan/tanah yang melibatkan banyak pengembang. Belum lagi banyaknya perusahaan tambang yang melakukan penambangan tanpa izin di Sulawesi.
“Jangan sampai UU Pertanahan nanti melegalisasi kasus-kasus yang belum selesai, sebab di dalam UU Kehutanan, soal pencegahan, dan pemberantasan perusakan hutan tidak dikenal istilah pemutihan.
Jadi, lanjut Firman Subagyo, UU Pertanahan jangan mereduksi aspek penegakkan hukum. Mereka yang salah melakukan perusakan hutan, atau melakukan hal-hal melanggar UU, harus dihukum.
”UU Pertanahan tidak boleh mereduksi UU yang ranahnya kementerian lain, misalnya UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Selain itu juga tanah/lahan milik TNI-Polri, Kemenhan, dan juga ESDM yang sudah ada payung hukumnya masing-masing,” papar Firman.(fri/jpnn)