Gas Air Mata dan Air Mata Kemanusiaan dari Kanjuruhan
Oleh Haruna Soemitro*Namun, saat Bonek mengamuk itu tidak ada tindakan berlebihan dari aparat, apalagi menghajar perusuh dengan anarkistis maupun menembakkan gas air mata.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Kerugian materielnya pun mudah dihitung dengan kalkulator.
Kejadian yang hampir mirip terjadi pada Juni lalu ketika dua Bobotoh meninggal dunia karena berdesakan saat hendak menyaksikan laga Persib vs Persebaya. Saat itu polisi bertindak untuk mengatasi kerusuhan, tetapi tidak ada gas air mata.
Ada simpulan jelas dari kedua fakta itu untuk dikomparasikan dengan insiden Kanjuruhan: andai tidak ada senjata bernama gas air mata, hampir dipastikan tidak akan terjadi tragedi kemanusiaan tersebut.
Terlalu kecil urusannya jika disederhanakan menjadi upaya untuk "memaksa" para pemangku kepentingan di sepak bola Indonesia -dalam hal ini pengurus PSSI- untuk bertanggung jawab dengan mundur!
Tragedi kemanusiaan yang sudah seperti pembunuhan massal haruslah diurai sampai yang paling kecil. Ada banyak pertanyaan yang harus dijawab.
Kenapa harus dengan gas air mata? Siapa yang melepaskannya? Siapa yang memberi perintah penggunaan gas air mata? Atas dasar dan SOP apa sehingga gas air mata itu digunakan? Benarkah kematian ratusan penonton itu karena gas air mata? Dan seterusnya....
Semua persoalan itu haris diurai secara mendalam, transparans, dan imparsial.