Gawat, Kemampuan Literasi Sarjana Indonesia di Bawah Lulusan SMP di Denmark
Prediksi serupa, kata Nur Rizal, disampaikan profesor dari Harvard University Lant Pritchett bahwa Indonesia membutuhkan 128 tahun untuk mengejar ketertinggalannya.
"Data tersebut merefleksikan bahwa Indonesia sedang mengalami kebuntuan dalam reformasi pendidikannya," sergahnya.
Belum lagi, kata Nur Rizal, banyak guru atau stakeholder di lapangan yang pro-status quo dan antiperubahan. Kalaupun ada inisiatif terobosan program baru, periodenya hanya seumur anggaran yang tersedia.
“Artinya, persoalan bukan pada alokasi anggaran pendidikan melainkan pada penggunaannya yang belum optimal," ujarnya.
Dia membandingkan dengan Vietnam yang memiliki 20 persen APBN untuk alokasi anggaran pendidikan seperti Indonesia. Namun, Vietnam mampu menghasilkan kemampuan literasi, numerasi, dan saintifik yang jauh di atas Indonesia.
Melihat situasi ini, Nur Rizal menyampaikan perlunya model pengelolaan transformasi pendidikan yang lebih relevan dengan keadaan zaman. Model yang diperkenalkan oleh GSM dalam acara bimtek tersebut adalah transformative change making.
"Teori ini bertujuan untuk membentuk aliansi baru yang transformatif untuk memobilisasi sumber daya dalam menyelesaikan reformasi yang terganggu," terangnya.
Teori ini, tambah Nur Rizal, menekankan pentingnya narasi yang bisa digunakan sebagai instrumen pencipta perubahan. Narasi itu terdiri dari visi atau focal point yang akan diubah, narasi kompas perubahan GSM dan kisah sukses dari guru-guru setelah mengadopsi GSM. (esy/jpnn)