Gegara Banjir, Anies Baswedan Bakal Mimpi Buruk Menghadapi Kemarahan Publik dan DPRD DKI
jpnn.com, JAKARTA - Badai banjir dan banjir bandang yang melanda Ibu kota Jakarta pada malam Tahun Baru 2019-2020, bisa jadi akan menjadi puncak kemarahan publik terhadap kepemimpinan Anies Baswedan. Bahkan bisa menjadi mimpi buruk bagi Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta 2017-2023.
“Karena kemarahan publik akan berbuah melahirkan krisis kepercayaan publik yang meluas yang akan berakhir dengan gerakan mengimpeach atau mempermakzulkan Anies Baswedan dari kursi Gubernur DKI Jakarta melalui Pernyataan Pendapat atau Hak Angket DPRD DKI Jakarta,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indoensia (TPDI) Petrus Selestinus kepada wartawan di Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Petrus yang Advokat Peradi ini menjelaskan mengapa mengimpeach atau memakzulkan Anies Baswedan. Menurut Petrus, meskipun sudah dua tahun memimpin DKI Jakarta, namun Anies Baswedan gagal total mengatasi masalah banjir dan gagal mengantisipasi. Anies gagal mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan oleh banjir akibat curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan tertentu seperti Desember dan Januari ini.
Menurut Petrus, publik sudah mulai gerah dan kehilangan kesabaran untuk menunggu sampai 2023, karena persoalan ketidakbecusan Anies Baswedan dalam mengelola Pemerintahan DKI Jakarta tidak bisa ditutupi lagi. Kasus munculnya angggaran siluman yang ditemukan oleh DPRD DKI Jakarta meski kemudian dikoreksi. Hal itu pertanda publik mampu melihat ada kongkalingkong antara Eksekutif dan beberapa anggota DPRD DKI dalam mempermainkan uang rakyat.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan jika dihubungkan dengan kebijakan Anies melakukan pemangkasan anggaran Pemda DKI Jakarta tahun 2018 untuk penanggulangan banjir Rp242 miliar, memotong anggaran pengendalian banjir sebesar Rp500 miliar tahun 2019 untuk pembebasan lahan waduk dan kali dari anggaran yang disediakan sebesar Rp850 miliar hanya dialokasikan sebesar Rp350 miliar, maka kebijakan pemangkasan anggaran ini jelas merupakan Perbuatan Melanggar Hukum yang merugikan negara dan rakyat yaitu warga DKI Jakarta. Pasalnya, seluruh aktivitas ekonomi, sosial dan politik negara dan warga Masyarakat di Ibu kota terganggu. Termasuk kerusakan jalan dan fasilitas umum lainnya secara masif jelas melahirkan stagnasi sehingga melahirkan beban biaya baru yang harus ditanggung negara akibat Anies Baswedan salah urus Jakarta.
Petrus menilai kebijakan memangkas Anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBD melalui Perda meski dibungkus dengan norma-norma tertentu, akan tetapi perbuatan membelokkan anggaran yang sudah ditetapkan untuk hal-hal yang strategis seperti penanggulangan banjir dan akibatnya, kepada kegiatan lain, maka tindakan demikian jelas merupakan penyimpangan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dalam Perda APBD. Hal itu berarti melahirkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum terutama ketentuan pasal 34 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang harus ditaati oleh semua pejabat Pemerintah.
Ketentuan Pasal 37 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Menteri atau Pimpinan Lembaga atau Gubernur atau Bupati atau Wali Kota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam UU Tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai ketentuan undang-undang. Selain dipidana sebagaimana diancam dengan UU Keuangan Negara, maka Gubernur juga dapat diberhentikan berdasarkan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 76 dan 78, bila melakukan sejumlah pelanggaran.
Pelanggaran dimaksud misalnya: a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan hukum; atau b. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan warga negara atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan hukum; atau d. menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin; atau e. melakukan KKN serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan; atau g. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya.