Geliat Klub-Klub Rugbi Indonesia Mencetak Pemain-pemain Andal
Beranggota Ekspatriat dan Bintang Film, Urunan Tiap LatihanUntuk berkompetisi, pemain menyediakan perlengkapan sendiri. Begitu pula, untuk biaya transpor dan akomodasi jika bertanding ke luar kota atau luar negeri, pemain harus merogoh kocek sendiri.
’’Kami tidak bisa hanya fokus untuk rugbi. Sebab, rata-rata kami punya pekerjaan. Karena itu, kami belum bisa profesional,’’ tutur Steven.
Pelatnas untuk timnas hanya dilakukan jika mendekati kejuaraan. Sementara itu, klub rata-rata berlatih sekali sampai tiga kali seminggu. Jika pemain sibuk bekerja, latihan bisa diliburkan.
Begitu pun jika akan mengikuti kejuaraan, biasanya pemain perlu menghemat pengeluaran. Misalnya, ketika kejuaraan diadakan di Singapura pada Minggu, mereka akan terbang Sabtu malam untuk kemudian langsung terbang pulang setelah laga selesai pada Minggu malam.
’’Alasannya sih agar bisa langsung bekerja pada Seninnya. Tapi, itu juga bagian dari penghematan,’’ ujar Steven lantas tertawa.
Max Arobaya, mantan pemain timnas yang kini jadi pengurus Jakarta Banteng, menceritakan, meski sama-sama menggeluti rugbi, dua klub rugbi di Jakarta berasal dari dua komunitas yang berbeda. Jika di Komodos seluruh pemain sudah bekerja dan kebanyakan ekspatriat, di Jakarta Banteng mayoritas pemain berstatus pelajar, meski ada pula yang sudah bekerja.
Karena itu, sistem di klubnya pun berbeda dengan Jakarta Komodos. Kalau Komodos memberikan daftar member tahunan yang nilainya lebih dari Rp 1 juta, Banteng hidup dari iuran anggota dan sponsor.
’’Yang sudah bekerja biasanya iuran setiap bulan Rp 1 juta. Sedangkan yang belum, tidak usah. Jadi, biaya latihan disubsidi mereka yang sudah bekerja,’’ ucap development officer di PRUI tersebut.