Ghat Dimusnahkan, Petani Merugi
Jumat, 08 Februari 2013 – 08:34 WIB
“Tidak ada ganti rugi. Dalam konteks ini, persoalan ketegasan status tumbuhan ghat melibatkan hukum dengan sifat ketegasannya,” bebernya kepada Radar Bogor (Grup JPNN).
Sejatinya, pemusnahan ghat di Puncak bisa disamakan dengan pemusnahan ganja di Aceh. Dalam hal ini, pemerintah menggeber kegiatan alternative development, dengan memberikan ganti rugi pemusnahan ganja dengan tanaman yang sama-sama memiliki nilai ekonomis, seperti kunyit, nilam dan jabon.
Sementara itu, pemilik lahan ghat seluas 300 meter di Jalan Pasir Tugu, RT 1/5, Kampung Alun-alun Impres, Desa Cibeureum, Nanang Suranta Wijaya (47) mengaku kecewa dengan tidak adanya ganti rugi tersebut. Padahal menurut Nanang, dirinya sudah bertahun-tahun menanam dan membudidayakan tanaman yang tergolong narkoba golongan I tersebut. Terlebih dia mengaku mesti mengeluarkan biaya perawatan Rp500 ribu per bulannya.