Gibran Lolos Jadi Cawapres hingga Cawe-cawe Jokowi, Indonesia Disebut di Ambang Kehancuran Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Forum Masyarakat Hukum Untuk Demokrasi Indonesia (FORMAKUMDESA) manyampaikan sikap dan kekecewaan atas kondisi Indonesia yang dianggap sedang mengalami proses kehancuran demokrasi.
Perwakilan Formakumdesa Charles Siahaan mengatakan kehancuran demokrasi dan tercerabutnya kedaulatan rakyat itu dilakukan dengan sejumlah rangkaian dan fakta-fakta kejahatan publik.
Bahkan, pengkhianatan konstitusi dilakukan oleh penyelenggara negara yang teridentifikasi atas praktik penyelenggaraan Pemilu dalam Pilpres dan Pileg.
Yang pertama, yakni adanya pencalonan seorang warga berusia kurang dari 40 tahun, yaitu anak seorang seorang presiden yang kemudian dibenarkan secara formal oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 yang ternyata putusan dimaksud melanggar kode etik yang dilakukan oleh hakim pemutusnya.
“Fakta laporan dari berbagai sumber di tengah-tengah masyrakat perihal sikap tidak percaya terhadap akurasi dan kepresisian perhitungan cepat (quick count) yang dilakukan lembaga-lembaga survei terdaftar di KPU,” ucap Charles dalam keterangannya, Minggu (3/3).
Kemudian, juga adanya sikap tidak percaya terhadap akurasi dan kepresisian perhitungan tabulasi real count, yang ditetapkan oleh peraturan KPU berupa aplikasi “SIREKAP” yang didukung dengan pernyataan Ketua KPU sendiri dalam penyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada publik atas kesalahan yang terjadi.
“Apalagi Ketua KPUnya sendiri telah 3 kali menerima sanksi pelanggaran etik oleh DKPP, fakta pengulangan peristiwa ini berakibat menurunkan rasa percaya publik terhadap lembaga negara (KPU),” kata dia.
Praktisi Hukum ini menuturkan, hal yang melemahkan demokrasi lainnya adalah karena Presiden Joko Widodo selaku kepala pemerintahan maupun kepala negara telah melakukan perbuatan yang tidak dikenal dalam UUD NRI 1945, yaitu cawe-cawe.