GMNI Nilai Surat Telegram Kapolri Berpotensi Mengancam Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) angkat bicara terkait Surat Telegram Kapolri Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021. Pasalnya, beberapa poin di dalam Surat Telegram (ST) tersebut multitafsir dan berpotensi memunculkan polemik.
“Kapolri harus menjelaskan, yang dimaksud dengan 'media', pada beberapa poin surat tersebut, apakah media pers atau media massa, atau media internal kepolisian. Ini yang harus diluruskan agar tidak memunculkan polemik,” kata Ketua Bidang Media dan Propaganda DPP GMNI Ariyansah NK dalam keterangan pers, Selasa (6/4).
Ariansah menyebut ST Kapolri tersebut memang ditujukan kepada Kapolda Up Kabidhumas, tetapi poin-poin ST tersebut multitafsir dan berpotensi membatasi kerja-kerja jurnalis.
Menurut dia, apabila surat telegram itu membatasi kerja jurnalis maka surat telegram tersebut mencederai demokrasi dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
"Bila benar (untuk media pers, red), apa yang dilakukan Pak Kapolri itu bagian dari pembungkaman terhadap demokrasi, bertentangan dengan semangat UU Pers," ujar Ketua DPC GMNI Balikpapan 2016-2018 itu.
Dalam menjalankan kerjanya, media berada dalam rel UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Oleh karena itu, menurut Ariansyah, tidak perlu ada batasan-batasan yang sesungguhnya bertolak belakang dengan semangat kebebasan pers itu sendiri.
"Wartawan atau jurnalis sudah diatur dengan UU Pers dan KEJ. Tak perlu ada batasan-batasan yang justru mencederai semangat keterbukaan informasi. Kebebasan pers itu dibatasi oleh UU Pers dan KEJ,” ungkap Ariyansah.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!