Guaido - Maduro Rebutan Kekuasaan, Rakyat Venezuela Jadi Korban
jpnn.com, KARAKAS - Di bawah kendali Hugo Chavez, Venezuela bertahan sebagai salah satu negara terkaya di dunia. Namun, kemakmuran tersebut ikut lenyap setelah Chavez wafat pada 5 Maret 2013. Penerus Chavez, Nicola Maduro terbukti gagal.
Enam tahun menjabat, pemimpin 56 tahun tersebut justru membawa Venezuela ke dalam krisis. Hiperinflasi melanda negara itu. Harga barang-barang kebutuhan pokok melambung tinggi.
Krisis tersebut memicu kericuhan di mana-mana. "Kata mereka, sosialisme pasti baik. Tapi, ternyata korupsi merajalela," ujar Josue Hidalgo, desertir militer Venezuela, kepada New York Times.
Meski gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai presiden, Maduro menang lagi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2018. Awal bulan ini, dia resmi menjadi presiden lagi.
Tapi, parlemen tidak lagi di bawah kendalinya. Oposisi sukses menggusur dominasi kubu Maduro. Dan, oposisi yang menolak kemenangan Maduro dalam pilpres sarat kecurangan itu tidak mau berpangku tangan. Mereka memberontak. Juan Guaido didapuk jadi presiden bayangan alias presiden sementara.
Perseteruan Maduro dan Guaido menjadi semakin seru setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia ikut-ikutan. Presiden Donald Trump menyatakan dukungannya terhadap Guaido.
Maduro yang berang lantas mengusir semua diplomat AS dari Karakas dan menarik pulang seluruh diplomat Venezuela dari Washington. Bersamaan dengan itu, Rusia berkubu kepada Maduro. Moskow juga memperingatkan AS agar tidak kelewat batas dalam dukungannya terhadap Guaido.
Kemarin, Sabtu (26/1) Dewan Keamanan (DK) PBB membahas kekacauan politik Venezuela. Atas prakarsa AS, DK PBB membahas rancangan resolusi untuk mendukung Guaido.