Guaido - Maduro Rebutan Kekuasaan, Rakyat Venezuela Jadi Korban
"Karena kondisi Venezuela yang memburuk, DK akan memberikan dukungan terhadap parlemen," demikian bunyi pernyataan resmi draf resolusi tersebut. Tapi, draf itu pasti akan dicegat Rusia dan Tiongkok lewat veto.
"Resolusi tersebut tidak akan lolos," ujar Dubes Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia kepada Reuters.
Sementara itu, di dalam negeri, saat pengaruh Guaido semakin luas, Maduro berusaha menyikapinya dengan bijak. Dia mengajak rival politiknya tersebut berunding. Meksiko dan Rusia pun mengaku siap jadi penengah. Tapi, Guaido bergeming. Dia mengabaikan ajakan berunding itu.
Sejauh ini Maduro masih lebih kuat dari lawannya. Sebab, dia masih memegang kendali atas militer Venezuela. Guaido boleh mendapatkan simpati rakyat dan negara-negara sekutu AS. Namun, dia tetap tidak akan berkutik tanpa dukungan militer.
Para petinggi militer tetap solid mendukung Maduro karena menerima banyak fasilitas dari negara. "Berpisah dengan Maduro adalah jalan cepat menuju penjara," ujar Brian Fonseca, pakar hubungan luar negeri Florida International University, kepada Washington Post.
Para petinggi militer, menurut dia, tidak akan pernah meninggalkan Maduro. Demikian juga kaum elite politik.
Namun, itu bukan berarti militer akan terus-terusan membela Maduro. Para personel militer yang ikut merasakan dampak krisis berpotensi berubah haluan. Apalagi, Guaido menawarkan amnesti bagi siapa pun yang siap membantunya melakukan transisi pemerintah.
Memang, Guaido tidak sepopuler Maduro. Politikus 35 tahun tersebut juga belum banyak dikenal di luar negeri. Reputasi Guaido sebagai pemimpin pun masih menjadi tanda tanya.