Guru Madrasah dan GP Ansor Gelar Aksi Tolak Sekolah Lima Hari
jpnn.com, TASIKMALAYA - Kebijakan sekolah lima hari alias full day school (FDS) masih menuai penolakan. Kali ini datang dari Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) dan GP Ansor Kota Tasikmalaya, Jabar.
Menurut pimpinan dua organisasi itu, pelaksanaan sekolah lima hari tidak rasional.
Ketua DPD PGM Kota Tasikmalaya Asep Rizal Asy’ari menilai, sekolah lima hari merupakan kebijakan yang terkesan paradoks.
Satu sisi, tujuannya penguatan pendidikan karakter dengan menambah jam pelajaran sekolah hingga sore hari. Tapi justru di sisi lain malah menambah beban atau ketidaknyamanan siswa karena terlalu lama di sekolah.
“Menguatkan pendidikan karakter seharusnya waktu anak di sekolah dipersempit dan dikuatkan dengan penguatan pendidikan di rumah atau intensitas bertemu dengan orang tua lebih banyak,” kritik Asep Rizal kemarin (11/8).
Pelaksanaan FDS juga dinilai berdampak pada pendidikan informal atau nonformal seperti diniyah dan pesantren di berbagai daerah, termasuk Kota Tasikmalaya.
“Khusus Kota Tasikmalaya kita punya program Magrib Mengaji, maka hemat kami bahwa program itu perlu dikuatkan dan integrasikan di sekolah formal, informal, non formal agar karakter keagamaan siswa baik, maka Wali Kota perlu menerbitkan perwalkot yang mengatur syarat kelulusan siswa pada jenjang SMP-SMA harus memiliki ijazah diniyah wustho/ulya/pesantren,” sarannya.
Menyikapi paradoksnya program FDS, PGM menolak Permendikbud No 23 tahun 2017. Pihaknya akan melakukan aksi penolakan bersama NU, FKDT, BKPRMI, IMG, FPP, Ansor, IPNU, IPPNU, Lesbumi dan ormas Islam lainnya.