Habib Aboe: Bukan Langgar Fatwa tapi...
Nah, Aboe berpendapat ketika seorang muslim ingin mengikuti Fatwa MUI, maka negara seharusnya memberikan perlindungan. "Karena ini adalah amanat konstitusi NKRI," katanya.
Menurutnya, hak untuk beragama merupakan non-derogable rights, yaitu hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Hal ini diatur dalam pasal 28I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.
"Hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi "dalam keadaan apa pun" termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat," paparnya.
"Ketentuan tersebut sebagaimana penjelasan pasal 4 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," tambah Aboe.
Dia mengatakan, bila dalam keadaan perang saja hak beragama tidak dapat dikurangi, apalagi hanya dalam perayaan Natal. "Saya kira masih banyak teknik marketing yang bisa digunakan oleh pengusaha tanpa merusak kebinekaan," ujarnya.
Menurut Aboe, di sinilah tugas aparat penegak hukum untuk menjaga tertib sosial. Dia mengingatkan, jangan sampai karena alasan perayaan hari keagamaan tertentu lantas memaksakan kehendaknya dan mengabaikan toleransi antarumat beragama.
"Yang paling penting, penegak hukum harus memahami benar isi konstitusi dan menjaganya dengan baik untuk kedaulatan dan keutuhan NKRI," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, MUI resmi mengeluarkan fatwa terkait penggunaan atribut Natal. MUI melarang umat Islam untuk menggunakan atribut selain Islam.
Jenderal Tito Karnavian mengatakan Fatwa MUI bukan hukum positif sehingga tidak bisa dijadikan rujukan bagi jajaran kepolisian di semua tingkatan untuk membuat surat edaran dengan referensi fatwa.(boy/jpnn)