Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Habib Bola

Oleh: Dahlan Iskan

Minggu, 15 Desember 2024 – 08:01 WIB
Habib Bola - JPNN.COM
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Rumah yang dipakai acara adalah rumah kuno. Besar. Pilar-pilar model Romawi terlihat gagah di terasnya. Bagian depannya terdapat tiga pintu besar. Pintu tinggi. Setiap pintu berdaun-pintu empat. Dua membuka ke depan, dua lagi membuka ke dalam.

Baca Juga:

Ternyata itu rumah Zein Alhadad. Itu rumah peninggalan ayahnya. Atau kakeknya. "Ketika saya lahir rumah ini sudah ada," katanya.

Mamak tinggal di situ sebagai konsekuensi terlahir anak laki-laki tertua. Dia memang punya kakak, tetapi perempuan. Dia harus mewarisi rumah leluhur yang besar itu.

Mamak juga harus mewarisi "harta" lainnya: keulamaan leluhurnya. Rupanya itulah yang membuat Mamak tidak lagi bergiat di sepak bola. Tidak lagi jadi pelatih -padahal itulah keinginannya setelah pensiun sebagai pemain bintang.

Dan itu pula rupanya yang membuat Mamak akhirnya harus bisa pidato dalam bahasa Arab. Padahal dia hanya lulusan SMA di Ampel: SMA Alkhairiyah.

Setelah itu dia tidak ke mana-mana: fokus sebagai pemain sepak bola. Mulai dari Niac Mitra junior sampai menjadi pemain utama di level senior.

Begitu ayahnya meninggal –dan Mamak harus mewarisi semua peninggalan sang ayah– dia mendalami agama lebih keras.

"Dalam hal kealiman, mana yang lebih alim: Anda atau adik Anda itu," tanya saya sambil menunjuk adiknya yang lagi memimpin bacaan Surah Yassin di rangkaian tahlil itu.

Saya tidak menyangka Zein Alhadad bisa berbahasa Arab. Dia penyerang yang haus gol di klub yang di masa lalu sering jadi juara di Indonesia: Niac Mitra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News