Hakim Asal Parpol Diminta tak jadi Calon Ketua MK
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Basarah meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlatar belakang partai politik menahan diri untuk tidak maju sebagai ketua MK. Hal itu berkaca dari kasus penangkapan Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, pasca tertangkapnya Akil Mochtar, survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) yang dirilis 6 Oktober lalu menunjukkan kepercayaan masyarakat kepada MK berada di titik nadir yaitu di bawah 30 persen. Walaupun semua hakim MK punya hak yang sama untuk dipilih menjadi Ketua MK, namun traumatis masyarakat pada hakim berlatar belakang mantan anggota parpol masih sangat besar.
"Maka seyogyanya Hakim MK yang berlatar belakang pernah menjadi anggota Parpol agar menahan diri terlebih dahulu, untuk tidak maju menjadi Ketua MK," pinta Ahmad saat dihubungi, Kamis (31/10).
Menurut Wasekjen PDI Perjuangan itu, momentum pemilihan Ketua MK yang baru pada Jum'at (1/11) besok sangatlah strategis bagi upaya membenahi dan mengembalikan kredibilitas serta citra MK di mata publik. Agar momentum itu tidak menjadikan posisi MK antiklimaks, maka 8 orang hakim MK yang akan bersidang besok harus memperhatikan hal tersebut.
Hal lain yang harus diperhatikan hakim MK adalah pasca tertangkapnya Akil Mochtar, sebagian besar publik meragukan MK dapat menjadi wasit yang adil dan netral dalam sengketa pemilu 2014. Padahal pemilu tersebut pertaruhan bagi keberlanjutan proses demokrasitisasi di Indonesia yang harus berjalan Jurdil.
"Karena itu, para hakim MK yang ada saat ini dapat memulainya dengan memilih Ketua MK yang benar-benar dapat menjadi figur yang netral dan profesional dalam arti tidak pernah menjadi anggota partai politik tertentu," jelasnya.
Kemudian, para hakim MK dalam memilih Ketua MK yang baru harus benar-benar mempertimbangkan aspek latar belakang kapasitas dan prestasi akademik, integritas dan rekam jejaknya selama ini.
"Jangan pilih Hakim MK yang sudah terindikasi terlibat kasus suap dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Empat hal tersebut wajib diperhatikan para hakim MK demi menyelamatkan institusi MK dan sistem ketatanegaraan kita," pungkasnya.(fat/jpnn)