Hakim MK Banyak Agenda, Vonis UU Pipres Terunda-Tunda
"Kalau ada dua pendapat, sedangkan yang memberi suara enam, kalau tiga-tiga (tiga hakim setuju, tiga hakim tidak) tidak mungkin diambil putusan. Kalau mau ditambah dari luar, persoalannya Pak Mahfud sudah nyapres. Dua hal itu berpengaruh pada kepentingan Pak Mahfud. Kalau diminta pertimbangan, apa tidak ada persoalan interest-nya?" ungkap Harjono.
Dia menyatakan bahwa MK memilih untuk menghindari hal tersebut. Akhirnya diputuskan, dalam menyertakan pendapat, suara hakim konstitusi Maria Farida Indrati dianggap tidak ada karena bersikap dissenting opinion (pendapat berbeda). "Itu baru klir," kata dia.
Pemohon uji materi UU Pilpres Effendi Gazali mengatakan bahwa terdapat beberapa bukti adanya upaya sistematis untuk menggagalkan pemilu serentak dilaksanakan 2014. "Jika dicermati urutan tanggal prosesnya, banyak ketidaksesuaian tanggal. Salah satunya, tanggal RPH (rapat permusyawaratan hakim) di surat jawaban permohonan informasi kuasa hukum kami berbeda dengan di surat putusan MK. Jadi, kelihatan unsur bohongnya," ungkap dia (selengkapnya lihat grafis, Red).
Effendi menguraikan, kuasa hukum pemohon A.H. Wakil Kamal mengirim surat ke MK pada 20 Mei 2013 untuk menanyakan kapan keputusan tersebut dibacakan. "Surat itu dijawab panitera MK pada 30 Mei 2013 dengan mengutip arahan ketua MK bahwa RPH masih berjalan secara tertutup," ungkapnya. Padahal, keputusan RPH sudah dibuat pada 26 Maret 2013.(dod/byu/c10/kim)