Hambar dan Tetap Lapar: Merasakan Makan Seperti Pengungsi Suriah di Yordan
Untungnya saat Pekan Pengungsi berlangsung, saya baru saja menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadan, sehingga nafsu makan belum kembali normal.
Rasa lapar masih bisa diatasi dan saya pun masih memiliki pola makan yang sama seperti di bulan Ramadan, yakni dua kali di pagi dan malam hari.
Saya lebih 'tersiksa' karena makanan yang nyaris tidak ada rasanya, selain membuat perut yang berbunyi di siang hari dan satu-satunya yang dilakukan adalah minum air putih.
Rasa pusing juga kadang saya alami, biasanya di malam hari, terlebih di pekan yang sama saya juga memiliki flu dan batuk. Untungnya saya masih bisa meminum teh hangat, karena setiap kita mengirim pesan kepada orang lain untuk minta dukungan, kita boleh minum segelas teh.
Di Facebook group peserta lain mengeluhkan beratnya tantangan ini terlebih banyak diantara mereka yang melakukannya sendirian di keluarganya, dan mendapat banyak godaan dari makanan lain yang disiapkan untuk anggota keluarganya.
Pernah ada pula yang mengaku sulit buang air atau bahkan merasa kurang nutrisi hingga harus menghentikan tantangannya.
Mungkin bagi saya rasa lapar bukan menjadi masalah paling utama, tetapi pengalaman ini benar-benar membuka mata saya soal kondisi para pengungsi.