Hamdalah, Si Putri Penjual Gorengan Diterima di Fakultas Kedokteran UGM
Dia menuturkan, keinginannya menjadi dokter berangkat dari lingkungan kampungnya. Meski saat ini akses ke layanan kesehatan mudah, namun masih belum merata.
Jumlah dokter di masyarakat pun belum sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. Di desa tempat Dyah pun keberadaan dokter masih minim. Akibatnya ketika ada orang yang sakit harus berjibaku menuju perkotaan.
Berangkat dari kepedulian itulah Dya ingin mengabdi sebagai dokter bagi masyarakat. ”Saya berharap ilmu yang saya dapat akan berguna ke depannya,” tutur bungsu dari tiga bersaudara itu.
Prestasi Dyah sendiri memang terlihat menonjol sejak duduk di bangku SD. Ia berulang kali menjadi juara kelas bahkan hingga duduk di bangku SMA. Perasaan bahagia pun hingga ke ibunda Dyah, Ngatinem. Perempuan 58 tahun itu merupakan tulang punggung keluarga sejak suaminya meninggal pada 2007 silam.
Untuk menghidupi keluarga, Ngatinem berjualan gorengan dan bekerja serabutan. Hal itu ia lakukan agar anak-anaknya bisa meraih pendidikan tinggi. ”Saya mendukung anak untuk bisa mengenyam pendidikan,” ujarnya.(ila/ong/jpg/ara/jpnn)