Harapan Baru pada Listrik Sehen
Selasa, 21 Juni 2011 – 03:23 WIB
Pencarian lokasi itu ternyata tidak mudah. Kami sempat tersesat. Di padang savanna tersebut tanda untuk sebuah lokasi hanyalah bukit dan rumput. Padahal bentuk bukit dan jenis rumputnya mirip semua. Padahal entah berapa bukit yang harus dilampaui. Sesekali memang terlihat penunggang kuda sandel yang kepalanya timbul tenggelam di sela-sela rumput di kejauhan. Namun, karena kudanya terus berlari, tidak bisa juga dipakai patokan arah. Begitu lamanya mencari jalan memutar itu sehingga ketika senja tiba kami masih di savanna.
Diam-diam saya mensyukuri ketersesatan itu. Bisa menikmati senja yang menakjubkan. Sejauh mata memandang, hanya ada savanna. Tidak terlihat satu pun kampung atau bangunan. Berada di tengah-tengah savanna tersebut, saya merasa seperti berada di pedalaman Irlandia. Sama sekali tidak menyangka ini di pedalaman Sumba! Apalagi udaranya sekitar 18 derajat Celsius! Alangkah sejuknya!
Keindahan itu meningkat menjadi ketakjuban manakala dari kaki langit yang cerah tersebut menyembul bulan yang kebetulan lagi purnama. Begitu menornya. Seperti wajah Malinda Dee di pentas peragaan kebaya! Uh! Tersesat yang menyenangkan. Tidak menyangka sore itu saya bisa menikmati alam seasli-aslinya. Savanna yang seperti penuh misteri. Goyangan rumputnya. Bayangan bukitnya. Temaram cahaya purnamanya. Menyatu di keluasan cakrawala bumi manusia yang langka!