Harapan Ketua MPR Terkait Suhu Politik Tanah Air
jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan bahwa salah satu tugas penting yang diemban lembaga pimpinannya adalah menyejukkan suhu politik. Menurutnya, suhu politik yang sejuk akan bisa menstimulasi pergerakan ekonomi nasional yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Bamsoet -panggilan akrabnya- menyatakan bahwa pihaknya menjalankan rekomendasi MPR RI 2014-2019 tentang amendemen terbatas terhadap UUD NRI 1945 guna menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara. Untuk itu, MPR RI 2019-2024 memulainya dengan melakukan silaturahmi kebangsaan ke berbagai elemen masyarakat.
Menurut Bamsoet, dirinya bersama para wakil ketua MPR telah mengunjungi Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, pimpinan partai politik, organisasi kemasyarakatan seperti PBNU, Muhammadiyah, hingga para purnawirawan dan media massa, serta berbagai elemen bangsa lainnya dalam rangka menyerap aspirasi mengenai amendemen.
“Sehingga tidak ada satu pun unsur masyarakat yang tak didengar dan tak dilibatkan. Dengan demikian wacana amendemen ini tidak mengganggu kesejukan suhu politik" ujar Bamsoet dalam kunjungan ke sebuah kantor media di kawasan Palmerah, Jakarta, Rabu (18/12).
Turut mendampingi Bamsoet antara lain Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid (F-PKB) dan Hidayat Nur Wahid (F-PKS). Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menegaskan, amendemen terhadap konstitusi merupakan hal yang lazim dilakukan oleh berbagai negara dunia.
Bamsoet menambahkan, setiap negara selalu menghadapi tantangan yang berbeda dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sebagai contohnya adalah Amerika Serikat yang sejak Deklarasi Kemerdekaan pada 4 Juli 1776 sudah melakukan 25 kali amandemen atas konstitusinya.
Adapun Malaysia sejak merdeka pada 31 Agustus 1957 telah melakukan 57 kali amendemen. Sementara Indonesia sejak kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan pengesahan konstitusi pada 18 Agustus 1945, baru melakukan empat kali amendemen.
“Amendemen pertama ditetapkan pada 21 Oktober 1999, kedua ditetapkan pada 18 Agustus 2000, ketiga ditetapkan pada 9 November 2001 dan keempat ditetapkan pada 10 Agustus 2002. Setelah lebih kurang 17 tahun usai amendemen keempat, tentu banyak pelajaran yang bisa diambil, khususnya dalam hal penyempurnaan konstitusi agar kehidupan berbangsa dan bernegara kita semakin membaik," tutur Bamsoet.