MPR RI: Silaturahmi Kebangsaan Bisa Menciptakan Stabilitas Politik
jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan MPR RI kini giat melaksanakan silaturahmi kebangsaan ke berbagai elemen masyarakat, tokoh bangsa, organisasi kemasyarakatan untuk menghimpun masukan dan aspirasi berkaitan dengan agenda menghadirkan kembali haluan negara.
Ketua Fraksi PPP MPR, Arwani Thomafi mengatakan, safari kebangsaan Pimpinan MPR bisa menjadi contoh atau role model sebagai embrio untuk menciptakan stabilitas politik di Indonesia.
“Sudah tepat pimpinan MPR melakukan silaturahmi kebangsaan. Dan ini menjadi role model ke depan, yaitu bagaimana pemimpin-pemimpin kita mengedepankan dan menjaga persatuan dan pada akhirnya memastikan bahwa stabilitas politik sangat penting,” kata Arwani dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Makna Silaturahmi Kebangsaan Untuk Indonesia” di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12).
Turut berbicara dalam diskusi ini Ketua Kelompok DPD untuk MPR, Intsiawati Ayus.
Bagi Arwani Thomafi, silaturahmi kebangsaan yang dilakukan Pimpinan MPR sudah menjadi semacam tradisi politik baru di Indonesia. “Bukan karena MPR kurang kerjaan. Tetapi memang pekerjaan MPR seharusnya seperti itu. Sebab MPR merupakan representasi dari daulat rakyat, anggota MPR dipilih oleh rakyat. Karena itu MPR diharapkan memainkan peran strategis untuk merajut ke-Indonesiaan,” katanya.
Silaturahmi kebangsaan, lanjut Arwani, jangan hanya sekadar untuk menghimpun aspirasi terkait dengan rencana MPR untuk menghadirkan kembali haluan negara di antaranya melalui amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945.
“Bisa lebih dari itu, yaitu MPR sebagai rumah kebangsaan menjadi payung bersama bagi partai politik, masyarakat sipil, juga lembaga-lembaga negara lainnya. Silaturahmi kebangsaan Pimpinan MPR bisa meminimalisir dampak negatif dari tantangan ekonomi, sosial, politik, pada tahun 2020,” paparnya.
Menurut Arwani, pada tahun 2020 Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Ekonomi global yang diwarnai perang dagang AS dan Cina menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi dalam negeri. Belum lagi persoalan kohesivitas kebangsaan, radikalisme berbasis agama maupun berbasis sekuler, dan hajatan Pemilukada serentak 2020. “Semua ini berpotensi menjadi masalah. Dan masalah-masalah itu harus dijawab dengan persatuan dan kesatuan stakeholder bangsa ini,” tuturnya.