Harga Ayam Broiler Saat Ini Terndah Dalam Sejarah Peternakan Modern
jpnn.com, JAKARTA - Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) menganggap anjloknya harga ayam broiler kali ini paling rendah dalam sejarah peternakan modern. Itu akibat minimnya regulasi penataan industri peternakan ayam.
Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Profesor Ali Agus menegaskan, penataan industri peternakan harus dimulai dari hulu hingga hilir. Pemerintah, antara lain, harus menetapkan harga acuan DOC (day old chicken) atau bibit ayam hingga pakan.
Baik harga acuan atas maupun bawah. Juga harga live bird (ayam hidup) dan karkas. Agar pelaku usaha memiliki ruang yang fair dalam memperoleh keuntungan. Baik pelaku usaha di tingkat hulu maupun hilir.
”Pemerintah perlu membuat aturan yang lebih jelas dengan instrumen-instrumennya agar gejolak seperti sekarang tidak terjadi lagi,” tegas Ali Agus di Fakultas Peternakan UGM (26/6).
Catatan fakultas peternakan ini sangat rasional. Sebab, pemerintah memang belum memiliki regulasi penataan industri peternakan ayam komplet. Berdasar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27/M-DAG 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, pemerintah, antara lain, hanya menetapkan harga acuan pembelian daging di tingkat peternak. Dalam regulasi yang diteken Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito itu harga daging ayam ras dipatok Rp 18 ribu per kilogram.
BACA JUGA: Harga Turun Drastis, Ayam Hidup Dibagi Gratis
Ali Agus juga mengingatkan Bulog harus berperan aktif. Terutama saat harga daging ayam broiler terjun bebas. Agar harga ayam ras itu bisa lebih terkontrol. Yang tak kalah penting adalah menyediakan fasilitas penyimpanan daging bagi para peternak. Agar peternak bisa memanfaatkannya jika harga ayam anjlok.
”Peternak bisa mengelola atau menunda untuk menjual daging ayamnya,” ujarnya.