Harga Tiket Pesawat Mahal, Begini Harapan Bos Armada Bus Gajah Mungkur
"Salah satu akibatnya, banyak kendaraan dari perusahaan-perusahaan yang terus merugi terpaksa jadi kanibal atau tambal sulam suku cadang. Maka faktor keamanan dan kenyamanan pun menjadi berkurang,” paparnya.
Khusus untuk bus yang berdomisili di Wonogiri, lanjut Sumaryoto, diperberat lagi dengan kebijakan bupati setempat yang "membebaskan" bus dari luar daerah leluasa masuk ke kota-kota kecamatan di Wonogiri.
“Semula perusahaan-perusahaan bus dari luar Wonogiri hanya diperbolehkan melayani trayek reguler dari dan ke Wonogiri di Terminal Induk Wonogiri di Krisak. Liberalisasi kebijakan Pemkab ini sangat memukul perusahaan lokal Wonogiri,” sesalnya.
Alhamdulillah, lanjut Sumaryoto, di tengah badai yang menerpa, yakni persaingan sengit antara perusahaan otobus dan maskapai penerbangan serta kereta api, perusahaannya masih sanggup bertahan dengan tetap mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang. "Tapi kondisi ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus ambil terobosan kebijakan. Salah satunya dengan tidak menerbitkan izin bagi perusahaan-perusahaan baru pada trayek yang sudah padat," urainya.
Lebih jauh, Sumaryoto berharap, masa paceklik sejak LCC penerbangan diberlakukan akan ada rezeki muntahan dengan berlakunya TBA (Tarif Batas Atas) yang cukup tinggi. Sayangnya, Kementerian Perhubungan sejak 15 Mei 2019 menurunkan TBA sebesar 15 persen yang akan menjadikan antar-moda transportasi bus, kereta api dan pesawat udara kembali saling “membunuh”.
“Untungnya, 15 Mei 2019 merupakan awal Angkutan Lebaran 2019 yang dapat memberi ‘oksigen’ baru bagi pengusaha bus, sehingga dampak penurunan TBA angkutan udara bisa sedikit dieliminir. Setelah Angkutan Lebaran 2019, para pengusaha bus akan bersaing kembali dengan angkutan udara dan kereta api,” tandasnya.(fri/jpnn)