Hargai Proses PK Terpidana Mati, Kejagung Tak Salahi Aturan
jpnn.com - JAKARTA - Kejaksaan Agung menunda eksekusi dua terpidana mati yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Sikap Kejagung ini dianggap tak menyalahi aturan. Menurut pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogayakarta Mudzakir, Kejagung tidak menyalahi aturan dengan mengundur eksekusi terpidana mati yang tengah mengajukan PK tersebut.
Sebab, kata dia, mengajukan PK merupakan hak yuridis terpidana mati. Apalagi, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 34/PUU-XI/2013, menyatakan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali selama terdapat novum baru. "Hak terpidana harus dihargai, tidak boleh dinafikan. Hak terpidana mengajukan PK sah-sah saja jika merasa ada bukti baru," ungkap Mudzakir, Sabtu (27/12).
Karenanya dia mengatakan, kalau mau dieksekusi ternyata terpidana mengajukan PK maka harus dihargai hinggga prosesnya berakhir.
Menurut dia, PK sekaligus berfungsi sebagai kontrol atau evaluasi dari kemungkinan terjadinya human error dalam putusan-putusan sebelumnya. Ia menegaskan, Mahkamah Agung sebagai otoritas berwenang harus segera memproses, sehingga kepastian hukum dapat diberikan. Tugas MA harus segera memproses apakah novum diajukan diterima. "Kalau MA mempertimbangkan tidak membuat perkara bebas, maka eksekusi hukuman mati bisa lakukan. MA jangan menjual waktu. MA harus cepat memproses PK itu," ujar Mudzakir.
Sedangkan pakar hukum pidana Universitas Trisaksi Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, meski bertentangan dengan hak asasi manusia hukuman mati masih menjadi hukum positif. Dalam artian, katanya, masih berlaku di Indonesia. "Karenanya pemerintah sebagai penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan harus tetap melaksanakan itu," paparnya.
Fickar menilai MA harus melihat secara seksama apakah materi PK yang diajukan terpidana memiliki perubahan atau tidak. "Harus dilihat sudah berapa kali PK. Kalau Isinya diiajukaan itu-itu saja, maka tidak ada alasan untuk menunda eksekusi," ungkapnya.
Tapi, ia melanjutkan, secara formal orang yang mengajukan upaya hukum maka harus dihormati. "Walau MA menegaskan tidak menunda eksekusi tapi harus diperhatikan juga," urai Fickar.
Dia menambahkan, untuk mencegah agar PK tidak dijadikan alat oleh terpidana untuk mengulur pelaksanaan eksekusi, maka MA harus memiliki terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran MA.