Hari AIDS Dirayakan Saat Anak Indonesia dengan HIV Masih Kesulitan Obat
Pada tahun 2009, Ayu Oktariani untuk pertama kalinya mengetahui bahwa ia terinfeksi 'human immunodeficiency virus' atau HIV.
Ayu memeriksakan diri setelah mengetahui suaminya, yang pernah menjadi pecandu narkoba suntik, mengidap HIV dan sudah memasuki stadium AIDS.
Hanya dua minggu berselang setelah dinyatakan positif HIV, suaminya meninggal dunia dan sejak saat itu Ayu dan putrinya harus menghadapi virus yang ada di tubuh mereka juga pandangan negatif dari masyarakat.
Sebelas tahun berlalu, Ayu menilai kondisi di Indonesia dalam hal ketersediaan obat antiretroviral, atau ARV yang rutin dikonsumsinya sejak akhir 2009 sudah membaik dibanding dulu meski progresnya sangat lambat.
"Membaiknya tapi termasuk sangat lamban, maksudnya kalau dilihat dari jenis [obat]nya, apalagi setelah aku kenal teman-teman ODHA di negara lain, mereka punya pilihan obat yang sangat beragam," tutur perempuan yang kini aktif di Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), sebuah jaringan nasional pertama bagi perempuan Indonesia dengan HIV dan terdampak AIDS.
"Kalau di Indonesia, begitu sudah positif, pilihannya cuma [sebut saja] paket A, paket B. Nggak ada pilihan yang lain, dan itupun bagi beberapa orang memberikan efek samping yang sangat nggak enak," tambah Ayu.
Pandemi dan dampaknya bagi orang dengan HIV/AIDS
Menurut data Kemenkes terkait penularan HIV/AIDS dan PIMS pada triwulan II Tahun 2020, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia diperkirakan mencapai 543.100 orang.