Harimau Benggala di KBS Mati
Setelah melakukan otopsi, dokter hewan KBS juga menemukan adanya radang pada paru-paru harimau itu. Penyakit tersebut menjawab penyebab napas tersengal-sengal.
Kendati kematian harimau dinilai wajar, Liang mengaku tetap mengirimkan organ satwa itu ke laboratorium Unair untuk diuji patologi. "Uji laboratorium ini merupakan standar penanganan di KBS," paparnya.
Sementara itu, PDTS menempuh cara baru dalam merespons adanya kematian satwa. Dalam kematian Cantrika tersebut, PDTS membuat berita acara kematian (BAK). Itu dilakukan selain untuk tertib administrasi, juga salah satu bagian dari upaya memperbaiki standard operating procedure (SOP) di KBS.
Dalam BAK itu, sejumlah saksi seperti keeper, satpol PP, dan dokter hewan memberikan keterangan terkait dengan penyebab kematian hewan tersebut. Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, penerapan semacam BAP itu merupakan cara agar kematian satwa benar-benar terbuka. "Kalau ada sesuatu bisa bertanggung jawab. Ini yang dianjurkan pihak kepolisian," ujarnya.
Yang cukup penting adalah kematian satwa juga tidak boleh membuat paranoid. Irvan mengatakan, tidak semua kematian satwa langsung dilaporkan ke polisi. "Tentu yang janggal saja yang perlu dilaporkan, kalau memang mati karena sakit tidak perlu," tegasnya.
Sebelumnya Dirut PDTS KBS Ratna Achjuningrum memublikasikan 84 satwa yang sakit, tua, dan cacat di KBS. Cantrika merupakan salah satu satwa yang dipublikasikan sakit. Dengan kematian Cantrika itu, harimau benggala putih di KBS tinggal lima ekor. Perinciannya, dua jantan dan tiga betina. Sayang, masih ada seekor harimau betina bernama Angelica yang dideteksi sakit karena osteoporosis. (idr/c10/nw)