Harus Fokus Pada Reformasi Internal
Senin, 11 Oktober 2010 – 21:12 WIB
Menyinggung soal calon pengganti Hendarman Supandji, mantan Kajati Banten ini berharap kursi itu bisa dipegang dari internal korpsnya. Sebab, dia akan lebih memahami dan menguasai persoalan yang dihadapi internalnya. Kendati demikian, dia juga menilai, ada plus minus jaksa agung dari dalam dan luar. “Selama 33 tahun saya berguru di kejagung,
mana yang baik dikepemimpinan kejaksaan, itu selalu saya terapkan, dan yang kurang bagus ya saya tinggalkan,” ungkapnya.
Pria kelahiran Medan ini juga mencontohkan, jika jaksa agung dari internal maka dia sudah bisa langsung tancap gas menjalanka tugas dan tanggungjawabnya. Namun, kelemahanya ada rasa ewuh pakewuh jika ingin menindak teman. Sementara dari eksternal, barangkali wibawa dan tidak memiliki rasa ewuh pakewuh karena tidak memiliki ikatan emosional. Namun menyangkut sistem pekerjaan bisa lemah. “Keduanya ada plus minusnya, jadi kembali ke soal moral juga,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, tidak ada jaminan kejaksaan agung akan semakin baik dalam menjalankan tugas penegakan hokum jika dipimpin dari kalangan eksternal maupun internal. Persoalan yang selama ini melanda kejagung hingga citranya terpuruk bukan karena sosok figure yang jaksa agung. Namun, lanjut dia, ada persoalan yang lebih mendasar menyangkut UU Kejaksaan, serta bagaimana negara memberikan remunerasi yang memadai bagi jaksa, sebagai salah satu upaya meminimalisir penyalahgunaan wewenang. “Banyak jaksa yang menyalahgunakan kewenanganya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya,” terangnya.