Heboh! Kebaya Sunda Tanpa Bawahan di Peragaan Busana
jpnn.com, SUKABUMI - Warga Sukabumi dibikin heboh dengan rancangan busana kebaya Sunda tanpa bawahan (sarung) yang dipakai model, saat tampil di wedding expo di salah satu hotel di kawasan Jalan Siliwangi, Kota Sukabumi beberapa waktu lalu.
Polres Sukabumi pun tak tinggal diam. Perancang busana yang dianggap melecehkan budaya dan agama itu diperiksa. Perancang busana yang dimintai keterangan aparat kepolisian itu diketahui bernama Semy Atmaja. Dia dimintai keterangan selama kurang dari satu jam.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian atas pemanggilan perancang busana tersebut. Sementara itu usai dimintai keterangan pemeriksaan, Jumat (10/11) kemarin, Semy yang didampingi Ketua Himpunan Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Sukabumi Yudistira Soemapraja langsung menemui sejumlah awak media.
Dalam kesempatan tersebut, Semy menyampaikan permohonan maafnya kepada publik. “Saya atas nama pribadi meminta maaf kepada semua pihak terutama Himpunan Rias Pengantin Indonesia (HARPI), permintaan maaf ini tulus dari saya karena saya tidak tahu, semoga ini akan membawa hikmah untuk perbaikan ke depannya,” paparnya seperti dikutip dari Radar Sukabumi.
Dia mengaku kaget ketika mendapat informasi bahwa peragaan busana yang ditampilkan menuai komentar dari beragam kalangan, terutama di media sosial. Saat itu pula, dia memutuskan untuk berkonsultasi dan meminta maaf kepada sejumlah tokoh, terutama forum komunitas Sunda di Bandung.
Dalam waktu dekat, Semy juga akan menyampaikan permohonan maafnya kepada elemen masyarakat lainnya. Dia mengatakan, peragaan busana itu tidak ditujukan untuk menampilkan busana di luar batas kewajaran, terlebih sampai menampil sesuatu yang menonjolkan sisi pornografi .
Saat itu, dengan waktu yang terbatas dirinya harus menampilkan model di tengah ketiadaan sarung. “Saya tidak bermaksud apapun, terlebih mencari sensasi. Hanya saja, waktu itu ada beberapa busana terutama pada bagian bawahnya tertinggal di daerah lain, sementara waktu sudah benar-benar mepet,” ujarnya.
Di tengah ketiadaan sarung sebagai busana utama, dirinya berpikir keras agar mampu menghasilkan seni yang bagus untuk ditampilkan. Terpikir, waktu itu celana yang dipilih yakni dengan warna yang hampir sama dengan kulit.